
Mari Berbagi
- All
- Category 1
- Category 2
-
- Browse more categories
- Arema Indonesia
- Comedy
- games
- Health Care
- In English
- Knowledge
- Kuliner
- Music
- News
- Prosa
- Sport
- Story
- Syair
- Tulisanku
- Unic
Tampilkan postingan dengan label Syair. Tampilkan semua postingan


Penyair
Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia yang akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,
Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.
Dia adalah seekor burung 'nightingale'
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan
melodi indahnya
Dia adalah sepotong awan putih
Di langit cerah. Naik dan mengembang
Memenuhi angkasa
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas
Padang kehidupan. Membuka kelopak
Mereka bagi yang menerima cahaya
Dia adalah malaikat yang diutus Yang Maha Kuasa
Mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam
Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya
Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
Hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi Ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh
Dia adalah si tukang jahit yang menjahit
Benih di hatinya di ladang kasih sayang
Dan kemanusiaan menyuburkannya
Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia pada zamannya,
Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal
Dan kembali ia pada Ilahi
Inilah penyair yang tak meminta apa-apa
Dari manusia kecuali seulas senyuman
Inilah penyair yang penuh semangat
Dan memenuhi cakrawala dengan kata-kata indah
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya
Sampai bila manusia terlena?
Sampai bila manusia menyanjung
Penguasa yang meraih kehebatan
dengan mengambil kesempatan?
Sampai bila manusia mengabaikan mereka
Yang boleh memperlihatkan keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?
Sampai bila manusia hanya akan
Menyanjung jasa orang yang sudah tiada?
Dan melupakan si hidup yang dikelilingi penderitaan
Yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala
Bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa
Dan oh para penyair
Kalian adalah kehidupan dalam kehidupan ini;
Telah engkau tundukkan abad demi abad
Termasuk tirainya.
Penyair...
Suati hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, karena itu kerajaanmu adalah abadi.
Penyair... periksalah mahkota berdurimu....
Kau akan menemui kelembutan di sebalik
Jambangan bunga-bunga Laurel....

Puisi Berjudul "Anak"

Puisi Untuk Ibu

Kemarilah Kekasihku

Aku Dan Jiwaku

Aku Dengan Kekalahanku
Kekalahan, kekalahanku
Kesunyian dan kesendirianku
Engkau lebih berharga bagiku
Daripada seribu kemenangan
Dan lebih manis bagi hatiku
Daripada seluruh cahaya kemuliaan dunia
Kekalahan, kekalahanku
Pengetahuan diriku dan tantanganku
Karena kau, aku tahu bahwa diriku masih muda dan tangkas
Dan tak terperangkap oleh kejayaan yang memabukkan
Dalam dirimu aku telah merasakan kesendirian
Dan menikmati cacian dan hinaan
Kekalah, kekalahanku
Pedang kilauanku dan perisaiku
Di matamu aku telah membaca
Ditahtakan berarti diperbudak
Dimengerti berarti disetarakan
Dan dipetik berarti mencapai kematangan
Laksana buah yang ranum jatuh dan disantap
Kekalahan, kekalahanku
Karibku yang pemberani
Engkau akan mendengarkan tembang kenanganku
Dan tangisanku diiringi keheninganku
Tak seorangpun selain engkaulah
Yang akan berbicara kepadaku mengenai kepakan sayap
Gemuruh laut, debur ombak
Dan mengenai gunung-gunung yang terbakar di malam hari
Engkau sendiri
Yang akan menggapai derap langkahku
Beserta jiwaku yang berbatu
Kekalahan, kekalahanku
Keteguhan hatiku yang tak pernah luntur
Engkau dan aku akan tertawa
Membahana bersama-sama dengan badai
Dan bersama-sama kita akan
Menggali pusara bagi semua yang mati dalam diri kita
Kita akan berdiri di bawah matahari dengan tekad kokoh
Dan kita akan menjadi berbahaya Read More...

Corat-Coret Cinta
Lebih baik aku tertidur dan bermimpi seolah-olah ini tak terjadi. Agar aku tak merasakan kekecewaan dan patah hati. Tapi cinta telah membangunkanku, dari mimpi-mimpiku. Ia membangunkanku dengan suaranya yang lembut. Ia juga bertutur betapa ia senang dan bangga jika aku bersemangat dalam kehidupanku.
Cinta itu yang kutemukan dalam dirimu. Cinta itu yang membuatku tak buta, karena cinta memang tidak buta. Cinta yang mampu memancarkan cahayanya menembus mega mendung jiwa hingga tempiaskan sinarnya di leladangan hatiku.
Meski hembusan cinta yang ku tiupkan bertepuk sebelah tangan, aku berterima kasih padamu. Karena hadirmu yang sekelebat dalam hidupku telah leburkan gunung es hatiku dalam samudera kehangatan kasih dan sayang.

Terbaik Untukmu
Dari langit kutemu keindahan
Dan kuharap kamu mau jadi pendampingku selamanya
Dengarkanlah setiap kata yang terucap
Mengertilah karena hidup takkan semudah kau kira
Kau harus berlari mengejarnya
Ku takkan berhenti beri cinta dan rinduku
Sampai kau mengerti dan pahami semua yang kuberikan
Jangan kau pergi dariku bila waktuku sedikit untukmu
Setiap hembusan nafasku kulakukan yang terbaik untukmu
Duhai engkau sang dewi ciptaan raja
Mengertilah karena hidup takkan semudah yang kau kira
Kau harus berlari mengejarnya Read More...

Aku dan Tuhan

Selamat Ulang Tahun, Kasih Hatiku

Berperang Demi Cinta
Ketika bintang senjakala mulai menabur serbuk sepi, musuh-musuh telah melarikan diri bersama luka tersayat-sayat akibat sengatan senjata pedang dan tusukan tombak yang menghunus tubuh. Para pendekar suku kami mengibarkan bendera kemenangan dan melantunkan lagu-lagu semangat juang selaras dengan irama hentakan kuda-kuda perang di atas lembah bebatuan.
Mereka melepaskan jubah pahlawan muda itu, terlihatlah nganga luka di mana kematian membentang di atas kuku-kuku besinya. Bagai bibir yang sedang berbicara, dalam keheningan malam yang syahdu, luka nganga tampak di dada mayat yang terbujur, mayat pahlawan pemberani.
Sang panglima pasukan menghampiri mayat lelaki itu dan berlutut di bawah duli kakinya. Ia melayangkan tatapannya begitu tajam pada mayat yang terbunuh tersebut. Akhirnya dia menemukan syal yang disulam dengan benag-benang emas yang terikat pada lengannya. Sang panglima ternyat dapat mengenali tangan yang pernah memintal sutra dan jari-jari yang telah menenun benag-benang syal itu. Dia menyembunyikan syal itu di balik jubahnya lalu menariknya perlahan-lahan, menyembunyikan wajahnya yang tergores dengan tangan yang menggigil gemetaran. Dengan tangan yang gemetaran itulah yang akhirnya selalu memenggal kepala musuh-musuh. Sekarang tangan gemetaran itu menyentuh ujung selendang yang diikat oleh jari-jari sang pencinta, kemudian membungkus lengan pahlawan yang terbunuh itu, yang akan kembali pada kekasih tambatan hatinya dengan tubuh tanpa nyawa, dibakul di atas pundak para sahabat-sahabatnya.
Sementara itu sang komandan ragu dan bimbang, mempertimbangkan perihal dua sesuatu. Kedua sesuatu itu adalah antara tirani sebuah kematian dan rahasia-rahasia cinta. Salah seorang dari mereka mengusul, "Mari kita gali pusaranya di bawah pohon Oak sehingga pohon Oak itu akan meminum darahnya dan cabang-cabang pohon itu menerima makanan dari sisa-sisa jasadnya. Hal itu akan menambah kekuatan, menjadi keabadian dan berdiri sebagai tanda yang tengah berkhutbah pada bukit-bukit dan lembah-lembah lantaran keberanian dan kekuatannya."
Yang lain berkata lagi, "Sebaiknya kita bawa saja lelaki ini ke hutan Cedar dan menguburnya di gereja. Di sana tulang-tulangnya akan dijaga abadi oleh bayang-bayang kayu salib yang melintang."
Seseorang yang lainnya berkata. "Kuburkan saja dia di sini karena darahnya pasti menyatu dengan bumi. Biarkan pedangnya tetap sudi menemaninya dalam rangkulan tangan kanannya, tanamlah tombaknya di sampingnya dan bunuhlah kudanya di atas pusaranya dan biarkanlah senjatanya bersorak-sorak dalam kemenangan."
Namun yang lain keberatan, "Jangan kuburkan pedang yang telah berlumuran darah itu dengan darah musuh, demikian pula jangan kalian membunuh kuda yang telah menahan kematian di medan perang. Jangan biarkan pedang yang kerap kali digunakan untuk berperang melawan musuh berada di hutan belantara, akan tetapi bawalah lelaki itu bersama kuda dan pedangnya kepada sanak keluarganya sebagai harta warisan yang termahal dan paling berharga."
"Marilah kita semua berlutut di hadapannya dan memanjatkan doa-doa Nazarene bahwa Tuhan pasti memaafkannya dan memberkati kemenangan yang kita raih," kata yang lain.
"Marilah kita naikkan jasadnya ke atas pundak kita karena ddengan perisai dan tombak ini kita dapat mentandu jenazahnya sambil kita mengelilingi bukit kemenangan ini, menyanyikan lagu-lagu semangat juang. Biarlah bibir-bibir lukanya tersenyum bahagia sebelum nantinya dia dikuburkan di hamparan bumi pekuburan." Seorang sahabat lain menimpali.
Dan yang lain berkata, "Mari kita naikkan mayatnya di atas bebannya dan mendukung dia dengan tengkorak-tengkorak musuh yang telah meninggal dan sambutlah dia dengan tombak miliknya lalu kita bawa ke desa kemenangan. Ketahuilah, tidaklah dia pernah berkurban untuk kematian sampai ia dibebani jiwa-jiwa sang musuh."
Berkata yang lain, "Kemarilah, di kaki gunung ini, di kaki gunung inilah kita akan menguburnya. Gema dari gua-gua akan bersahabat bersamanya dan bisikan ricik-ricik air akan merestui dirinya sebagai penghibur abadi. Tulang-tulangnya akan beristirahat dalam hutan belantara di mana telapak malam yang sunyi menjadi cahaya dan kelembutan baginya."
Seorang yang lain berkeberatan dan berkata, "Tidak, jangan kalian rela meninggalkan dia seorang diri di di tempat lengang begini, karena siapapun yang mendiami tempat ini pasti akan merasa jemu dan digilas kesepian. Tetapi bawalah dia ke tempat tanah pemakaman desa. Bukankah di sana pula roh para leluhur kita akan menjadi sahabat sejati dan akan berbicara kepadanya ketika malam-malam sunyi mencekam dan menuturkan kisah cerita peperangan dan bagaimana mereka meraih kemenangan dari tangan musuh-musuh mereka."
Mendengar perdebatan sengit yang tak kunjung berakhir, maka panglima pasukan berjalan ke tengah serdadu dan menyampaikan penjelasan kepada mereka semua apa arti sebuah kesunyian. Dia mendesah panjang dan mulai berkata, "Jangan ganggu dia dengan kenangan akan peprangan atau pun berbisik ke telinga jiwanya, yang mengungkungi kita akan kisah pedang dan tombak. Sudah terlalu banyak air mata dan kesedihan yang membanjiri hamparan bumi ini. Tiadalah yang lebih terhormat ketimbang membawanya dalam keadaan damai dan tenang menuju tempat di mana ia dilahirkan, di mana jiwa pencinta menantikan kepulangannya.....sebuah jiwa gadis perawan suci yang tengah menunggu kembalinya san kekasih dari medan perang. Marilah ia kita kembalikan pada wanita pujaan hatinya itu sehingga sang kekasih tidak lebih merana dan tak mengingkari paras wajahnya dan mengingatkan bekas-bekas ciuman perpisahan di keningnya."
Mereka lalu beramai-ramai menggotong jenazah lelaki itu di atas pundak mereka dan menyusuri jalan-jalan dengan bisu, hening tanpa gema suara, setiap kepala tertunduk takzim dan hikmat, tampaklah mata-mata sedih menatap sayu. Tidak ketinggalan pula di belakang mayat itu ikut kuda tunggangannya, berjalan sambil meneteskan kristal-kristal air mata kerinduan buat tuannya yang tercinta, dengan ringkikan pilu dari suatu waktu ke waktu. Gua-gua pun ikut mendoakan jenazah yang ditandu itu menggemakan diri mereka bahwa mereka sudi menjadi hati yang ikhlas berbagi kesedihan dan duka cita bersamanya. Melalui jalan-jalan berbukit terjal, dihiasi bulan purnama, prosesi kemenangan berjalan penuh hikmat di belakang arak-arakan kematian dan ruh-ruh Cinta membimbing jalan menuju sepasang sayap-sayap yang tercabik-cabik.
(Kahlil Gibran, Berperang Demi Cinta)